Pengolahan sampah secara mandiri di destinasi wisata, terutama desa wisata, memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mandiri dalam pengelolaan sampah juga berarti masyarakat desa memiliki kendali lebih terhadap sistem yang mereka gunakan, seperti pemilahan sampah organik dan anorganik, daur ulang, hingga pengomposan. Langkah-langkah ini bukan hanya membantu mengurangi volume sampah yang dibuang, tapi juga bisa menghasilkan produk bermanfaat, seperti kompos untuk pertanian atau kerajinan tangan dari bahan daur ulang.
Diakui atau tidak, hingga saat ini permasalahan destinasi wisata adalah sampah, seperti di Pegunungan Carpathia Ukraina. Hasil analisis menyebutkan sumber limbah dalam kegiatan wisata perlu ditindaklanjuti berdasarkan metode pengelolaan berdasarkan jenis sampah hingga perhitungan jumlah yang dihasilkan dari sampah para wisatawan.
Dibutuhkan suatu kontrol dari pengelola destinasi wisata terhadap perilaku wisatawan yang dirasakan memiliki pengaruh terbesar. Salah satunya untuk mengklasifikasikan sampah. Karena bagaimanapun desa wisata yang umumnya menawarkan keindahan alam dan budaya lokal memang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Namun, peningkatan jumlah pengunjung sering kali diiringi dengan peningkatan volume sampah. Tanpa pengelolaan yang tepat, sampah ini dapat mencemari lingkungan dan mengurangi daya tarik wisata itu sendiri.
Dalam kegiatan ini, penting untuk melibatkan komunitas lokal dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di desa wisata dalam sistem pengelolaan sampah. Salah satunya Pokdarwis di Desa Wisata Cibuluh – Subang Selatan melalui konsep “Balad Peruntahan”. Aktivitas dari Pokdarwis dalam hal ini menjadi penggerak edukasi, pengawasan, dan pelaksana kegiatan pengolahan sampah. Kolaborasi antara masyarakat, pengelola wisata, dan pemerintah desa menjadi kunci keberhasilan program ini, khususnya untuk meningkatkan citra desa wisata sebagai desa budaya. Pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting dalam kegiatan pariwisata.
Ketika pengelolaan sampah tidak tepat, dapat mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan, ekonomi, dan sosial baik secara langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain, pemangku kepentingan yang terlibat dalam desain, konstruksi, dan pengoperasian harus lepas dari seluruh konflik kepentingan. Tanpa itu semua, akan sulit menerapkan manajemen pengelolaan sampah di desa wisata. Hal ini bisa mencontoh Mallorca sebagai referensi. Karakteristik musim dan kelangkaan lahan yang awalnya menjadi tantangan, pada akhirnya dapat meningkatkan mendorong daur ulang sampah.
Inisiatif Pokdarwis Desa Cibuluh tersebut dalam rangka menumbuhkan desa wisata berbasis budaya yang berkelanjutan. Sehingga penting bagi Pokdarwis untuk memberikan edukasi kepada wisatawan selama berada di Desa Cibuluh. Antara lain, memasang papan informasi atau membuat leaflet edukatif tentang tata cara membuang sampah, manfaat pengolahan sampah, dan larangan membuang sampah sembarangan. Tentu saja tidak lepas dari monitoring dan evaluasi rutin yang dilakukan Pokdarwis dalam penerapan sehari-hari.
Sehingga kegiatan pengelolaan sampah dapat terus berjalan secara efektif serta mengetahui kendala yang muncul dengan mencari solusi. Dari perspektif keberlanjutan untuk mencapai efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan sampah merupakan inti Pokdarwis Desa Cibuluh dalam mengembangkan suatu destinasi berbasis budaya. Pengelolaan sampah di destinasi wisata tersebut juga berlaku di beberapa destinasi yang memiliki keunggulan lain di Eropa seperti Mallorca, Tenerife, Kefalonia, dan Rhodes. Meskipun sudah ada tanda kepatuhan dalam praktik pengelolaan sampah terbaik global, berbagai tindakan berbasis lokal perlu diterapkan untuk meningkatkan keberlanjutan.
Seperti diketahui, destinasi desa wisata yang menarik harus masuk kategori bersih. Ini salah satu komponen layanan supaya wisatawan merasa nyaman dan betah. Sebagai stakeholder (pemerintah dan masyarakat desa) harus membuat konsep untuk menyelesaikan masalah sampah. Jika belum memiliki teknik jitu, maka cara tercepat mencontoh negara lain seperti Jepang, Swedia, Kosta Rika, Singapura, Luksemburg, Swiss, dan Islandia. Sementara Indonesia, sebagai negara dengan penduduk mayoritas Islam semestinya mengedepankan kebersihan.
Ketika pengelolaan sampah sudah benar-benar dapat terwujud, maka potensi yang ada seperti alam maupun budaya di Desa Cibuluh dapat menjadi identitas yang dengan sendirinya dapat berkembang. Sebab, setiap desa memiliki peluang untuk mengembangkan wilayah menjadi destinasi wisata. Diperlukan dasar-dasar kajian dalam sebagai data awal untuk studi kelayakan sebelum memutuskan konsep dan langkah menjadikan desa wisata selanjutnya (*).
*) Penulis adalah Praktisi Pariwisata dan Dosen D4 MICE di Politeknik Negeri Jakarta