Sleman – “Habis Sudah Semua.” Mungkin sepenggal kalimat tersebut yang ada tertulis jelas di tembok dalam rumah saat memasuki Museum Mini Merapi. Di sana, wisatawan akan diajak untuk mengenang gambaran secara jelas bagaimana ganasnya letusan Gunung Merapi di 2010 silam saat meletus dan memuntahkan lahar. Masyarakat Kota Yogyakarta, khususnya warga desa di Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman yang terdekat dengan Gunung Merapi terekam dalam memori bagaimana peristiwa pada Selasa (26/10/2010) wedhus gembel dan lahar panas menghabiskan hutan pepohonan yang hijau di kaki gunung. Juga melewati rumah penduduk dan sekitarnya.
“Korban jiwa yang meninggal juga menyisakan pilu yang sangat dalam bagi masyarakat secara luas. Termasuk Bapak Sriyanto yang pada akhirnya menjadikan rumahnya menjadi museum mini dari sisa-sisa hartanya diberi nama Museum Mini Sisa Hartaku,” jelas salah satu wisatawan, Ifah yang menirukan cerita pemandu wisata, Kamis (10/7).
Lanjut Ifah, Sriyanto mengumpulkan sisa-sisa harta yang rusak dan diletakkan di dinding rumah. Hal ini bertujuan sebagai pengingat dari generasi ke generasi selanjutnya, akan dahysatnya letusan gunung merapi pada 2010. Harta benda seperti televisi, radio yang sudah meleleh, rangka sepeda, rangka motor, ember, jam dinding, gamelan, dan barang-barang lain hingga rangka hewan ternak milik penduduk juga terpajang di museum ini. Foto-foto saat kejadian erupsi ditempel di dinding museum.
Sebagai informasi, terdapat banyak pelajaran yang diperoleh saat mengunjungi Museum Sisa Hartaku. Tulisan yang terpampang di dinding menjadi pelajaran berharga bagi wisatawan yang datang. Di antaranya ‘Merapi Tak Pernah Ingkar Janji’. Menandakan bahwa lambang keindahan alam Indonesia yang menakjubkan terdapat pada Gunung Merapi. Namun, gunung yang menakjubkan bisa saja memiliki bahaya yang mengancam jiwa manusia.
“Kita yang melihat seolah terbawa ke dalam suasana erupsi saat itu. Tentu saja ini menjadi pengingat bahwa harta dan benda yang ada di dunia hanya sebuah titipan.” tutupnya. (*)